Senin, 01 September 2008

SITUS PORNO BISA DITUTUP DAN DIHUKUM

*Surat Pembaca dimuat di Koran Tempo dan Media Indonesia tanggal 28 Januari 2008

Wacana yang menyesatkan saat ini sedang dikembangkan sejumlah tokoh dari kalangan agama, artis, budayawan bahkan pendapat segelintir pejabat Departemen Pendidikan melalui surat kabar dan berbagai forum lain, yakni keberadaan teknologi maju ponsel dan internet adalah kemajuan zaman modern dan upaya untuk membendung situs pornografi yang sudah puluhan juta jumlahnya itu adalah suatu upaya sia-sia dan mahal.

Berita dari China membuktikan lain. ”Pemerintah China menutup 44 ribu situs porno dan alamat internet porno serta menahan 868 orang dan memeriksa 524 kasus kriminal selama kampanye perang terhadap pornografi melalui internet pada 2007.” Jadi, ternyata where there is a will there is a way. Ternyata di negara komunis China bisa. Di Indonesia juga bisa asal ada undang-undangnya dan ada penegakan hukumnya.

Wacana yang dikembangkan sekarang ini oleh para tokoh terhormat seperti Ibu Shinta Nuriah, Ratna Sarumpaet, dan lain-lain, berpendapat undang-undang yang ada di Indonesia sudah memadai dan tinggal direvisi saja dan yang lebih penting menurut wacana itu adalah penegakan hukumnya. Tetapi kalau dipikirkan terhadap latar belakang berkembang biaknya pornografi melalui situs internet yang kemudian digandakan lagi melalui sarana komunikasi lain yang begitu bebas di Indonesia, perlu dipertanyakan keabsahan dan keseriusan wacana itu.

Merevisi dua undang-undang (UU Perlindungan Anak, KUHP) tidak akan bias dilakukan cepat, sedangkan masalah sudah menohok mata. Siapa yang akan memprakarsai? Dengan backlog RUU di DPR yang begitu tinggi, kapan akan mulai didiskusikan? Maka satu-satunya cara untuk memagari anak-anak kita dari kecabulan dan ketidaksusilaan pornografi adalah dengan secepatnya melegalkan undang-undang lex spesialis inisiatif DPR yang sudah mendapat masukan dari pemerintah.

UU Pornografi seharusnya jelas keberpihakannya kepada memagari anak-anak dari keterpaparan terhadap pornografi atau dijadikan objek pornografi, dengan sanksi yang mencontoh undang-undang Amerika tahun 2006, setidaknya 15 tahun dan maksimal 30 tahun kurungan untuk pembuatnya, dan 3 tahun maksimal 15 tahun untuk pengedarnya. Pemerintah harus secepatnya menanggapi inisiatif DPR setelah dikaji empat kementerian, tempat penulis menjadi anggota tim ahli yang ditunjuk dengan SK Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

Inke Maris
Sekjen ASA (Aliansi Selamatkan Anak) Indonesia

0 komentar: