Senin, 01 September 2008

Pandangan ASA tentang RUU Pornografi Inisiatif DPR

RUU PORNOGRAFI yang disampaikan DPR kepada pemerintah menurut ASA (Aliansi Selamatkan Anak) mengandung sejumlah kelemahan yang sangat prinsip yang implikasinya bahkan dapat menciptakan iklim yang merugikan anak-anak. Contohnya : Definisi pornografi berat (melibatkan anak, hewan, sesama jenis, kekerasan, memperlihatkan genitalia), yang dilarang hanya poduksi dan penyebaran, namun tidak termasuk kepemilikan. Selama ada konsumen akan tetap ada pemasok. Pornografi yang dilarang, tidak mencakup pornografi pelaku masih mengenakan pakaian. Implikasinya adegan seks yang eksplisit kalau pakai penutup kemaluan tidak dilarang.

Kemudian Pasal Pengecualian mengecualikan dari larangan penyebaran dan produksi pornografi ringan dan berat empat kategori, yakni pendidikan, kesehatan, seni budaya dan ritus agama. Implikasinya semua pornografi dibolehkan jika untuk kepentingan ke empat sektor ini. Dalam pandangan ASA Indonesia, sektor ini. Dalam pandangan ASA Indonesia, bidang kesehatan, seni budaya dan ritus agama di Indonesia tidak memerlukan pornografi yang dibuat sengaja untuk memicu nafsu seks apalagi pornografi berat.

Selanjutnya ASA, mewakili masyarakat yang peduli dengan dampak pornografi, menyampaikan himbauan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi dapat melahirkan undang-undang yang efektif dan aplikatif, khususnya memberikan perlindungan bagi anak berusia 18 tahun ke bawah dari pornografi. Untuk itu kami menuntut :

1. RUU Pornografi menyatakan Pornografi yang Melibatkan anak, kekerasan, hewan, hubungan sejenis, mayat, disertai kekerasan dan secara eksplisit memperlihatkan alat kelamin dan puting susu sebagai sama sekali terlarang, baik kepemilikannya/penyimpanan produksinya maupun peredarannya melalui berbagai medium (sesuai dengan standar yang berlaku internasional). Pelanggaran terhadap larangan ini diperlakukan sebagai delik formal tanpa mengurangi dampaknya pada masyarakat dan disertai dengan sanksi yang berat.
2. RUU Pornografi menentukan definisi yang sesuai dengan rasa susila masyarakat Indonesia umumnya tentang Pornografi (meliputi segala bentuk gambaran implisit kegiatan seksual, adegan, dan pertunjukkan yang meniru adegan seks termasuk ketelanjangan sebagian atau seluruh tubuh) dan melarang produksi, dan peredarannya melalui berbagai sarana, media, maupun jaringan distribusi lainnya. Pelanggaran terhadap larangan ini diperlakukan sebagai delik formal dengan sanksi yang memadai dan memberikan efek jera.
3. Larangan kepemilikan, produksi, dan distribusi/peredaran berlaku umum dan tidak perlu ada pengecualian misalnya untuk keperluan pendidikan, seni budaya dan kesehatan atau ritus agama dan kepercayaan.
4. RUU tentang pornografi mewajibkan pemerintah memblokir situs-situs pornografi melalui internet melalui pengelola jaringan, terutama di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi, madrasah, dan pesantren.
5. RUU tentang pornografi melarang warnet menjadi tempat anak-anak mengakses materi pornografi dan mengatur agar warnet tidak menjadi tempat yang mesum. Mengenakan sanksi kepada pemilik warnet yang melanggar peraturan ini.
6. RUU tentang pornografi mendesak untuk diundangkan.

Sumber : Newsletter:Swara ASA Edisi I 2008

0 komentar: